Oleh Yudha Palistiandika
Based The True Story in My life
“Kamu tahu artinya bahasa inggris Butterfly
itu? artinya bukan kupu-kupu tetapi mentega terbang” kamis, 27 april 2011 (Alhambra)
Sudah hampir satu jam diriku duduk
termangu diantara keramaian manusia, menunggu kedatangan bus tujuan jebus yang tak pasti datangnya kapan,
tampak sang penjaga tiket disudut lobby pun tak henti memencet-mencet handphone, mungkin mencoba menelpon
supir bus atau cemas karena disuguhi kekesalan calon penumpang yang kian membakar.
Namun diantara calon penumpang lain ada seorang pria yang duduk disudut loket,
tampak ia menggunakan celana pramuka anak sma, baju kaos berwarna cokelat kusam,
rambutnya tak tertata rapi, serta tubuhnya yang sekal dan wajah yang lumayan
tampan, sepertinya ia kaum cendekiawan. Sudah hampir lima menit ia
memperhatikan diriku, aku baru menyadari itu saat ia berpura-pura tak melihatku
tapi aku tak menghiraukannya. Sekejap kemudian dari kejauhan muncul lah bus
berwarna hijau dengan tulisan arah keberangkatan nampak dibagian kaca depan,
ternyata bus yang ditunggu datang juga. Tanpa menunggu lama, saat bus tepat
berhenti di depan terminal, aku pun langsung masuk dan mencari posisi duduk
yang nyaman. Tujuanku adalah rumah, dimana saat liburan kelulusan sekolah kemarin,
aku berlibur kerumah ayah. Iyah,,,rumah ayah, kebetulan rumah ayah dan ibu
berbeda karena ayah dimutasi ke sekolah lain yang berbeda kabupaten ,ayah dan
ibu sama-sama seorang kepala sekolah. Oleh karena itu, kadang-kadang keluarga
kami berkumpul hanya pada hari libur saja.
Setelah berdesak-desak mencari
tempat duduk dengan penumpang lain, akhirnya posisiku dibagian belakang bus.
Suasananya cukup panas dan riuh, karena busnya menggunakan AC alami, dan semua kursi telah terisi penuh kecuali disebelah ku
yang masih kosong, nampak dari pintu pertama masuklah seorang pria yang tampak
ling-lung mencari bangku kosong dan tatapan matanya tepat terpusat pada sebelahku, tanpa menunggu lama
ia pun berlari kecil menuju kesebelahku. Aku baru menyadari bahwa ia pria tadi
yang menatapku, pikirku pun tampak cemas, aku langsung menarik tasku dan
memangku serta memeluknya, mungkin ia berniat buruk terhadapku. Selang beberapa menit bus pun siap berangkat,
barulah bus terasa sejuk karena angin yang masuk dari jendela cukup sepoi-sepoi. Menjelang satu jam aku dibus,
perjalanan yang lumayan jauh menuju rumah dan rasanya mulai bosan. Tiba-tiba
bus berhenti disebuah tempat persitirahatan, sebagian penumpang nampak turun
tuk berleha-leha sejenak. Berselang limabelas menit, bus pun tancap gas lagi,
diwaktu senggang dibus tiba-tiba pria disebelah ku mengajak mengobrol sambil
berjabat tangan “hai, namamu siapa?” tanyanya, “namaku yudha” jawabku. Bak
gayung bersambut, kamipun asyik mengobrol dan bertanya satu sama lain dengan
serius. Namanya Alhambra, dia berumur 17 tahun, masih duduk kelas dua sma
pesantren, hanya berbeda satu tahun denganku. Ternyata orang yang baru ku kenal
itu malah ingin menginap dirumahku, aku
heran dan berargumen buruk terhadapnya. Ada apa denganku, aneh memang,
aku langsung mengiyakan ia untuk menginap, namun dilubuk hatiku pun masih
bertanya-tanya tentang jawabanku tadi. Dan sejak perkenalan tadi kami resmi
menjadi teman yang tak henti mengobrol, seperti sudah berteman lama dengan dia,
aku memanggilnya dengan sebutan alla,
dan herannya dia memanggilku dengan dha.
“Sahabatku
ada juga di jebus, namun karena jarang bersilahturahmi aku tak tahu lagi
keberdaan dia sekarang ” 27
april 2011, bus muntok (Alhambra)
Persimpangan tigapun datang juga,
disebut kebanyakan orang simpang ibul. Itu berarti aku harus turun dan
menyambung bus yang lain, sebab bus yang ku naiki tadi bus menuju kota muntok,
aku ketinggalan bus menuju jebus. “Lekas kita turun alla” perintahku, kami pun turun
dan duduk dihalte pemberhentian.
Nampaknya bus yang kami tunggu sedang malu untuk lewat dihadapan kami.
“Aduh…lama sekali busnya” eluhku dengan gelisah. “Tenang, kalaupun bus tidak
ada, ada cara lain” ucap alla. Diriku pun heran apa yang dia maksud, sekarang
hari sudah semakin sore tepatnya pukul 16.30 WIB dan keluargaku sedang
menungguku dirumah nenek, sebab bibi ku akan menikah besok. “Ala, mau kemana
kamu?” tanyaku. Dia tidak menjawab pertanyaanku, malah berlari dengan cepat
menuju tepi jalan raya, dengan cepat dia melambaikan tangannya sesaat sebuah
truk pengangkut sawit lewat, truk itupun berhenti. Walah, rupanya cara lama yang digunakan alla cukup
berhasil juga. Dengan tergesa-gesa, akhirnya kami naik truk itu tetapi dibagian
belakangnya, bisa dibayangkan bukan angin yang tertiup sangat kencang menerpa
muka kami, aku melihat ekspresi muka alla yang tampak lepas dan bahagia bertemu denganku. Sejak itu, aku baru
menyadari ada sesuatu rahasia besar yang ditutupi oleh alla dariku, tapi aku tidak
tahu, bahkan sudah bertanya berulang kali tetapi alasannya tetap masih sama
bahwa dia adalah perantau dari padang, menurutku alasan itu masih belum logis.
Sejujurnya ada banyak pertanyaan dari dalam
diriku untuk menguak siapa alla itu sebenarnya. Setelah melewati beberapa perkampungan,
akhirnya dari kejauhan terlihat sebuah tenda dilengkapi dengan hiasan janur dan
pernak-pernik yang mewah. “kita berhenti disana” ucapaku pada alla, dia
langsung memukul bagian atas atap truk, memberi kode kepada supir agar
berhenti. Truk pun berhenti dan kami langsung meloncat keluar dari belakang
truk “terimakasih pak“ ucap alla kepada
supir. “Rupanya ada acara resepsi dirumahmu, dha ?” tanya alla heran. “ini
bukan rumahku, tetapi rumah neneku, iya, bibiku besok menikah” jawabku
tersenyum simetris. Dengan cepat langkah kakiku menuju arah rumah, tampak dihalaman
depan semua telah disiapkan dengan matang untuk acara sakral besok, banyak
sekali orang yang menata pelaminan,
kursi serta mengatur lainnya untuk persiapan besok. “Asalamualaikum” ucapku,
“waalaikum salam” jawab seorang wanita paruh baya sedang menggunakan daster
corak batik dan jilbab putih yang menutupi kepalanya, dia nenekku “cucuku,
akhirnya datang juga” ucapnya sambil mencium kedua belah pipiku, semua
keluargaku sedang berkumpul diruang tengah, “sana yud, makan dulu, oh iya ini
siapa ? temanmu yud?” tanya nenek , “iyah, itu temanku namanya Alhambra, dia
sekelas denganku” ucapku, entah apa yang kupikirkan, aku berbohong pada nenek,
aku takut keluargaku tidak menerima orang yang baru kukenal , tanpa tahu asal
usulnya, baik buruk serta bibit dan bebetnya, maklum keluarga ku tidak dinamis
untuk hal seperti itu sebab aku dibesarkan dari keluarga yang disiplin. Ada
rasa bersalah yang timbul dari diriku atas kebohongan itu.
Tanpa mengunggu lama, aku dan alla
menaruh tas disudut lemari dan segera keruang tengah. Pada saat itu keluarga
sedang asyik mengobrol bersama, maklum keluarga jauh pun datang untuk resepsi
ini, banyak sekali pertanyaan yang timbul dari mereka menanyakan siapa alla
itu, aku selalu menjawab dengan santai bahwa dia adalah teman sekelasku,
kebohongan ini terasa semakin memupuk diriku.
Selang beberapa menit aku dan alla berkumpul diruang tengah, terdengar
suara khas yang mengucapkan salam dari arah depan “asalamualiakummmmm”, rasanya
aku tahu ciri khas itu setali tiga uang dengan karakter salamku. Dia adalah
adikku, adik perempuanku yang sudah lama aku rindukan, “bang yudha, kangen”
ucapnya manja sambil memajukan bibir mungilnya yang imut itu. Rupanya ia datang
bersama ibu dan ayah, mereka baru tiba
dari kota Pangkal Pinang selepas
mengambil batik cual khas Bangka Belitung
untuk para panitia pernikahan besok. “Nampaknya sudah berkumpul semua nih,
keluarga kita” ucap ibu tersenyum manis. Ibu selalu menebarkan senyuman kepada orang
lain, beliau orang yang sangat ramah, ada ciri khas dari ibu yang hampir setiap
orang kenal, yaitu tahi lalat yang besar dibawah mulutnya.
“Engkau sudah berbohong besar
demi aku, sahabatku. Dengan apa aku harus membayarnya” 21 mei 2011 (Alhambra)
Roda waktu itu memang cepat
berputar, akhirnya resepsi pernikahan bibiku hari ini digelar, aku dan alla
akan menjadi panitia menggunakan batik cual, “oh iya, bagaimana penampilanku,
sudah ganteng?” Tanya alla polos, “ah, masih ganteng aku lah!” ujarku sombong
sambil tesenyum lebar. Tiba-tiba adikku masuk dengan sanggul dikepalanya dan
mukanya yang menor, “minggir abang-abang
sekalian, aku mau ganti baju” cetusnya imut. Sambil tertawa kecil, kamipun
keluar dan langsung menuju resepsi. Sampailah pada titik penghabisan yaitu
akhir resepsi, setelah bergelut pada para tamu, makanan, dan berphoto. Sampai
pada suatu malam dimana semua keluarga sedang terlelap tidur karena lelah, aku
terbangun dari tidur karena ingin kekamar kecil, namun alla tidak ada
disebelahku. “kemana dia?” tanyaku panik. Akhrinya aku bangun dari tempat tidur
dan mencarinya dia disekitar sudut rumah, rupanya disedang dimushola dengan
cahaya lampu yang remang-remang, awalnya setelah mengetahui dia disitu aku
ingin kembali kekamar, niat itu pun tak terbendung karena alla nampaknya
menenggelam dirinya dalam dzikir itu serta tasbih dijemari tangannya. Aku pun
menghampirinya dan duduk bersilah disampingnya, “alla, kamu kenapa?” tanyaku
bingung. “Aku merasa semuanya telah berakhir saat dibus itu, terasa lunglai,
lelah, terpukul amat dalam, aku berdosa…., namun kau ibarat pelangi dha, menghiasi
hariku yang mendung karena hujan” ujar alla termenung sambil menghapus air
matanya. Airmata alla sudah tak berujung, terlihat penderitaannya hanya
disimpan untuk dia sendiri . “Aku tak mengerti apa yang kau maksud alla,
ceritakan apa yang terjadi”. Alla kembali termenung, pandangannya kosong
menatapku seakan ia teringat sesuatu, lalu alla bersujud untuk melintas
kesedihan yang dia lalui, akhirnya aku berinisiatif untuk mencari tahu lebih
banyak tentang apa yang dia alami. Dalam beberapa menit kemudian dia bangkit
dari sujudnya dan memutuskan untuk memberi tahu apa yang dideritanya. Sebuah
prahara yang mengguncang perasaan, mencabik telingaku mendengarnya dan sangat tidak mengenakkan. Aku tahu, ada
sebuah paku yang menusuk amat dalam dipalung hati dia, hingga alla seperti ini.
“Aku
adalah anak pesantren kelas dua sma, seharusnya aku sekarang belajar, menimba
ilmu dikelas dan tidur diasrama sekarang, tetapi itu semua sekarang sirna, dha.
Karena aku tlah kabur saat kita bertemu diterminal dan memulai pembicaraan
dibus. Kamu tahu alasannya apa ? aku telah memukuli teman sekamarku secara tidak sengaja hingga
dibawa kerumah sakit, dia mencuri buku pelajaranku. Ini semua gara-gara ayahku
yang memasukkan aku ke pesantren, ayahku memang ustad tetapi dia selalu
memaksakan kehendaknya kepadaku. Padahal aku tidak mau, dan sekarang semua
sedang mencariku, dha. Aku takut dan aku sekarang bukan Alhambra yang dulu,
hari-hariku sudah punah” 22 mei 2011
Keesokan harinya, keluargaku
sibuk berbenah, ada yang sibuk berkemas
ingin kembali kedaerahnya lagi. Dan aku, ayah, ibu adik serta alla akan
segera pulang kerumah kami. Semenjak cerita semalam tentang alla, aku lebih
termenung memikirkan apa yang aku lakukan ini suatu hal yang baik atau
sebaliknya. Musibah adalah rahasia Tuhan. Sebuah misteri atas keberhakan adri
kehendak-Nya. Momentum ini membuat alla tampak tegar, sabar, dan bijaksana.
Kelapangan hatinya terungkap dan tersirat dalam dzikir-dzikir yang ia panjatkan
setiap tengah malam saat shalat tahajud.
Hampir 1 minggu alla tinggal
dirumahku, keluargaku mulai terbiasa dengan keberadaanya, malahan ibuku yang
sudah menganggap alla sebagai anaknya sendiri, dan berniat ingin menyekolahkannya
hingga bangku perkuliahan. Sebab aku bilang alla tidak memiliki keluarga lagi,
kebohongan apa yang telah kuperbuat, aku berdusta terhadap ibuku sendiri. Pagi itu adikku hendak pergi kesekolah,
nampaknya ia menyuruhku tuk mengantar dia pergi, akupun siap menggunakan jaket
dan topi yang biasa kupakai. “Tidak usah anterin aku, bang, biar kak alla aja
yang nganterin” ucapnya cetus. Aneh, biasanya dia lebih senang aku yang
mengantar seketika dia berubah selera supir kayaknya, aku merasa janggal dengan
ini. Kini sudah selama empat hari, alla yang mengantar dan menjemput adikuku pergi sekolah. Akhir mei
2011 adalah bulan yang paling kelabu didalam memori hidupku, dimana akhirnya peristiwa bersejarah dalam
hidupku, tepat dimana hari ulang tahunku dan tepat satu tahun kakekku meninggal
dunia. Namun torehan yang paling dalam bukan itu namun disini, dimulai pada
hari jumat setelah adikku pulang sekolah
dan suatu kewajiban bagi para lelaki muslim untuk menjalankan ibadah shalat
jumat, aku, ayah dan alla hendak pergi kemasjid, tiba-tiba alla mendadak sakit
dan terpaksa ia bolos ibadah jumat, adikku begitu perhatian kepada alla saat
itu. “Ya sudah, kak alla istirahat saja dikamar” ujarnya manis. Dan alla
akhrinya tinggal dirumah untuk beristirahat, sementara aku dan ayah langsung
menuju masjid yang tak jauh dari rumah. Memang ibadah-Nya itu yang mempunyai
rasa yang begitu tenang dan hikmad, itulah yang kurasakan saat menjalani ibadah
jumat siang ini, terhenyak bhatinku saat mendengar khotbah siang itu .
Setelah usai ibadah jumat, aku
masih terpikirkan khotbah siang itu. Terbenak diriku hendak memberitahu tentang
alla yang sebenarnya kepada ibu. “Apa yang kupikirkan, alla itu sudah kuanggap
sebagai adikku, massa aku tega melakukan itu padanya” ujarku gamang. Setiba dirumah, aku langsung menuju kamar dan
melepas sarung, “eh, kamu dha!” ucap alla kaget terbangun dari tidurnya,
“keadaanmu gimana, sudah mendingan lla ?” tanyaku cemas, sambil menarik
selimutnya dan berangkat dari tidurnya, “sudah tidak apa-apa, aku merasa
meriang saja” nampaknya ia hanya ingin membuatkku tidak cemas, namun masih
terlihat jelas wajahnya pucat dan bibirnya yang kering pecah-pecah. Sementara
dari ruang tengah terdengar suara ibu “Ayo,, semuanya makan”, suara itu sudah
menjadi langganan setiap hari untuk memanggil kami yang kelaparan. “Iya bu, sebentar lagi” jawabku berteriak
dari kamar, sementara ayah, ibu dan adikku sudah berkumpul dimeja makan, aku
dan alla masih dikamar, “ayo dha, kita makan” ucap alla kepadaku. “Sebentar
alla, aku lagi mencari uangku, kemana yah?” uacapku kebingungan sambil
mencari-cari disekeliling, dilaci meja belajar, lemari pakaian, dompet serta
disaku celana. “uangku kemana, kok gak ada” ucapku gusar. “kamu taruh dimana,
ingat-ingat dech mungkin kamu lupa taruhnya” ucap alla sambil membantuku
mencarinya. Berbagai pertanyaan muncul dibenakku, sekiranya tadi siang uang itu
aku letakkan dilaci meja belajar, uang itu untuk kugunakan membeli tiket
pesawat sore ini. Dengan tergesa-gesa
aku menuju ruang tengah, terlihat keluargaku sedang makan siang, sambil duduk
serta menuang nasi kepiring, “bu, ibu lihat uang dilaciku, kok uangnya gak
ada!” ucapku gelisah. “kok bisa? dicari dulu mungkin terselip atau kamu lupa
taruhnya” ucap ibu lembut, “emang berapa sich uang nya?” tanya ayah. “lima
ratus ribu rupiah yah” jawabku. “ya sudah, ntar ayah ganti uangnya” jawab ayah
tenang.
Semenjak uang itu hilang, aku
masih penasaran kemana keberadaannya. Sesekali pikiran burukku menerpa tertuduh
kepada alla, sebab saat itu hanya dia yang berada dikamarku, keesokan harinya
saat bibi inem hindak mengambil pakaian kotor kami disudut kamar, bibi inem
menemukan uang itu disaku celana jeans nudie milikku, sebab sebelum mencuci
pakaian bibi selalu memeriksa saku celana. Segera bibi menceritakan itu kepada
ibu, dengan sigap ibu langsung memanggilku keteras belakang “yud, ini uangnya,
si bibi temukan dicelana kotormu?” ucap
ibu menuyudutkan aku. “celana yang mana, bu” tanyaku kaget, “celana jeans
nudiemu yang biru” jawab ibu sambil menyiram bunga mawar kesayangan dia. “ha,
ibu aku tidak pernah lagi pake celana itu, kan itu udah aku kasih dengan alla”
jawabku, diriku langsung tertegun sejenak dan focus terhadap alla. Tak berselang lama, aku langsung berlari
menuju kamarku disana alla sedang tertidur, aku langsung mengibaskan selimut
yang ia gunakan “aku gak nyangka, kamu curi uang itu lla” cetusku kejam kepada
alla, nampak masih kaget terbangun dari tidur dia “apa yang kamu maksud dha”
jawab alla heran. “udahlah, jangan pura-pura bego” jawabku kesal.
Semenjak pertengkaran hebat itu,
aku dan alla tidak pernah bertegur sapa sedikitpun, bahkan tidak pernah tidur
sekamar lagi, makan, jalan-jalan, main badminton bersama dan aktivitas yang
dilakukan bersama tidak pernah kami lakukan lagi. Hingga terjadi sebuah tragedy
dimana alla harus dijemput paksa oleh seseorang, dunia itu memang sempit tak
sepeti yang ku bayangkan. Ternyata keluaraga alla selama ini sudah mencarinya
kemana-mana, hingga terdengar ketelinga ayahku, yaitu ayah alla dan ayahku
adalah sesama PNS dikabupaten Bangka, namun ayah alla adalah seorang guru biasa
ditingkat sekolah dasar (SD) dan ayahku adalah kepala sekolah ditingkat sekolah
menengah keatas (SMA) disekolah yang sama. Disaat yang bersamaan ayah alla dan
ayahku menceritakan semua peristiwa yang terjadi selama ini. Serapat-rapatnya
bangkai disembunyikan maka baunya akan tercium juga, pepatah inilah yang tepat
ditujukan kepadaku dan alla.
Hari itu, 27 mei 2011, adalah
hari kepergian alla. Mata keluargaku tertuju kepada lelaki paruh baya,
berjenggot panjang dan menggunakan peci yang duduk diruang tamu rumahku. Dia
adalah ayah alla, sepertinya dia siap menjemput alla. Seteleh mereka berbicara
panjang lebar, akhirnya alla keluar kamar dengan tas cokelat yang pertama kali
ia bertemu denganku dibus, “dha, terimakasih banyak atas semua ini, aku tidak
bisa membalas biarkan ALLAH yang membalas kebaikan kamu dan keluargamu selama
ini kepadaku” ucap alla menagis dan dengan perasaan haru ia memelukku. Namun
rasa benci terhadap alla masih ada dibenakku, semenjak uang itu dicurinya. Aku
tidak berkata apa-apa, hanya mengeluarkan secerca airmata. Jarum jam berdetak
sangat cepat terasa, ruang kamarku tampak sepi dan rumahku mendadak gelap. Kini
alla sudah pergi, aku berniat membuang semua kenangan bersama dia. kesokan
harinya aku sudah siap untuk pergi menimba ilmu ke Jakarta dengan melanjutkan
pendidikan S1 akuntansi diuniversitas swasta terkemuka dijakarta. Aku pergi
menggunakan celana nudies biru yang sempat dikenakan alla, karena ia tak
mengambilnya jadi kupakai, saat aku duduk dipesawat aku merasakan ada sesuatu
disaku celana, rupaya sebuah kertas, awalnya aku hendak membuangnya tetapi
beisi sebuah tulisan pendek.
“assalamuaikum
Wr.Wb…. terimaksih kakaku yudha, engkau sangat baik terhadapku selama ini masih
ingatkah kau pertama kali kita bertemu dibus, menaiki truk sawit bersama,
kenangan yang sangat indah bersamamu, kak. Maafkan aku soal uang itu, aku tak
berniat mencurinya ,uang itu aku letakkan kembali ditas birumu, aku hanya takut
kehilanganmu pergi kejakarta, kehilangan sahabat, kakak terbaikku, mungkin
engkau sekarang tak bersamaku lagi, tapi kenangan kita masih akan aku ingat
selalu, salam butterfly kak.. hehehhe,,,,kata-kata bijakku ditruk itu! Masih
ingat kan kak? Wassalamuakikum Wr.Wb… alhambra”
Terhenyak diriku membaca itu,
ingin berjerit namun tak keluar dan airmataku tak henti keluar saat duduk
disudut kursi 18B pesawat ini. Aku berusaha untuk tak kehilangan sosok alla,
namun tak bisa aku elak disahabat terbaikku. Lima puluh menit waktu yang singkat
untuk menyebrangi antara bangka hingga kejakarta. Nampak kakiku telah berpijak
keibukota Negara ini, setiba dibandara aku langsung menelpon ibuku “ibu, aku
sudah tiba dibandara soekarno hatta sekarang, ini lagi menunggu barang-barangku
diambil” ucapku senang. “alhamdulilah nak, nak ibu punya kabar buruk” ucap ibu
pelan. “ha, berita apa bu?” uacapku kaget. “kamu masih marah kepada alla nak,
sekarang kemarahanmu itu tak berguna lagi, dia sudah menghadap sang Pencipta
karena sakit kuning” ucap ibu. Rasanya ada sebuah gelombang tsunami yang besar
menghantamku saat mendengar itu.
Innalillahi wa inna lillahi rojiun, seandainya aku mempunyai mesin waktu,
aku hanya ingin bertemu alla sejenak, memeluknya erat-erat dan mengucapkan “aku
telah memaafkan kamu lla”. Selamat jalan sahabat karibku, adikku sang
butterfly, terbang yang tinggi menuju surga tetapi jangan menjadi mentega
terbang yang meleleh yang tlah menutupi mata hatiku yang berjibaku penyesalan
tiada arti lagi sekarang. Kini Butterfly
telah tiada……..
Follow Yupistt:
Twitter Facebook Youtube